Many Miles To Go

Terima kasih Jogja!

Short escape berhasil. Jogja yang berhati nyaman, selalu istimewa dan memantikkan bahagia di segala penjurunya.

Semua ini bermula dari seorang sahabat baik yang dengan random bilang, 'Nel aku mau kasih kamu hadiah, kita ke Jogja yuk, kutanggung semua biayanya, kamu tinggal berangkat aja.'

😳😭😢

semoga Allah balas dengan sebaik-baik balasan yaa, Allah mudahkan segala urusan, Allah sayang hingga akhir hayat.

Dalam perjalanan Jogja-Jkt di KA Taksaka Malam gerbong 6 kursi 6C , 28 Oktiber 2016

Doa itu intisari dari ibadah kita. Kalau mengingat-ingat pelajaran agama saat sekolah dulu, arti dari sholat itu dua, salah satunya adalah doa. Bahkan doa dan ibadah berasal dari rumpun kata yang sama.

Doa juga termasuk ibadah, yang kelak akan diganjar pahala jika dilakukan. Sedangkan doa itu sendiri sudah dijamin oleh Allah akan dikabulkan. "Berdoalah kepadaKu niscaya akan Aku kabulkan"

Sesungguhnya, kita berdoa adalah untuk memprediksi masa depan, ah tidak. Kita berdoa untuk menciptakan masa depan. Menjumpai masa depan melalui doa. Kenapa? Karena, kalau kita berdoa, ALLAH PASTI AKAN MENGABULKAN.

Mengabulkan dengan hal yang persis sama dengan yang kita minta, diganti dengan yang lebih baik, atau ditunda untuk pemberat timbangan di akhirat kelak. Sama sekali tidak ada celah kekurangannya.

Husnudzhan dengan Allah, semua yang kita alami adalah bagian takdir dari Allah. Pilihan kita lah yang membedakan, tetap istiqomah atau menjadi buih, hilang tertiup angin.

Merenungi dahsyatnya khasiat doa, saya mencoba untuk membuat Buku Harapan dan (Catatan) Doa.
Saya merasa kalau tidak dibuat seperti ini, doa saya monoton hanya itu-itu saja, kurang tergali. Akhirnya di buku Harapan  dan (catatan) doa, saya menargetkan menuliskan 100 doa untuk diri sendiri dan 200 doa untuk orang lain.

Sampai saat ini , belum lunas tertulis semuanya, tapi saya sudah merasa jauh lebih plong. Lega entah muncul darimana. Katanya sih, curhat sama Allah pasti akan selalu berjumpa lega, serta solusi, apapun kepenatannya.

Mau coba juga? Siapkan notes khusus atau buku kecil khusus untuk menuliskan setiap doa yang terbersit. apapun itu. Suatu saat bisa di baca ulang, dan kita mendapatkan pahala lhooo saat membaca ulang. ((masih ingat kalau berdoa itu diganjar pahala?)) hehehe.

Instead bikin dreambook mending bikin PrayBook, Buku Doa. yakan? 😆 XD

Jangan lupa doakan aku yaaa, kita saling mendoakan, agar bisa bertemu kembali di surgaNya. ❤️

Semangat berdoa!

20 Oktober kali ini dilalui dengan hari biasa yang kurang produktif. Hahaha.
Padahal, 6 tahun terakhir selalu ada hal menakjubkan setiap tanggal 20 Oktober.

Tragedi konferensi di Jerman, Seminar Akhir penelitian skripsi, tercetusnya Melangit, Patah hati dari bela diri, dan lain sebagainya. Hal hal yang menakjubkan entah kenapa terjadi pada 20 Oktober . Ahya, selain 20 Oktober juga ada 21 April yang selalu ada kenangan. Nabrak orang, kecelakaan motor, hangout berlebihan. Dan, hari Kartini. 😂bahahaha.

Tapi tragisnya 20 Oktober kali ini, bahkan Manajemen PT Melangit Kreasi Semesta yang baru, gaada yang inget hari jadi Melangit. Gaada statement apapun di Instagram dan Twitter. Mungkin lupa, atau mungkin ga tau. Mohon di maafkan kedudulan CEO sblmnya yang lupa wanti wanti yah. ((eh tapi udah ada yg bikinin video di IG sih, dan udah komen di video itu, harusnya sih tau yah))

Ya sudahlah ya, Barakallah fii umrik Melangit, semoga selalu terlimpah berkah, berjaya hingga surga. Yay! sudah 4 tahun yaa, saatnya serius membesarkan yang baru Nel. ❤️

'Mbak, baru 27 tahun, semangat ya, sering-sering baca ayat Qursy, surat al ikhlas sama surat al falaq, biar hilang malasnya.'
(kata Mama, tadi malam, saat mijitin pasca tiga kali muntah, radang tenggorokan, & demam seharian)



beberapa waktu yang lalu..

'Mbak, sering-sering baca doa nabi Yunus ya..'



Mama is the best <3 p="">

6 September 2016 hingga 6 Oktober 2016, saya memutuskan untuk hidup tanpa WA. Awalnya hanya karena WA seringkali membuat error handphone. Tapi akhirnya keterusan  (atau terpaksa diteruskan) menjalani keseharian tanpa WA dalam sebulan.

Sejatinya WA hanyalah alat bantu keseharian kita semua. Hampir semua orang saat ini menjadi pengguna WA. Kehilangan WA menjadi hal yang sangat terasa. Jujur saja, seringkali kita membuat gerakan refleks saat membuat smartphone, langsung menuju WA.

Tapi setelah dijalani ternyata tidak seburuk itu.

Saya merasakan hidup yang lebih tenang sebulan kemarin. Persis yang saya butuhkan, menyendiri dari dunia chatting WA. Tanpa sadar WA terkadang seperti pasar ribut yang berdengung setiap waktu. Grup sana-sini, flooding informasi dimana-mana. (kebnayakan grup wa juga kaliaya. haha). Tanpa kesiapan  dan mood yang baik, semua itu terasa agak menyakitkan.

Orang-orang yang benaar-benar serius ingin menghubungi sebulan kemarin menjangkau dengan cara yang lain. Via Line, komen di Socmed, SMS, iMessage atau bahkan via email. WA hanya salah satu tools, tapi sudah menjadi pilihan utama di masyarakat kita. Sehingga saat WAnya tidak bisa dijangkau, rasanya sudah seperti menghilang dari dunia. Ada yang mencari-cari, ada yang kesal pesannya tidak dibalas (gimana mau dibalas, nyampe juga ngga), ada yang tidak sadar, ada juga yang mengira ganti nomor. Beitulah, sebulan itu sekalian menjadi bulan untuk refleksi diri. Bahkan seorang yang katanya Ekstrovert butuh Gua, Palung, Satelit Angkasa, atau awan untuk bersembunyi.

Kehilangan sesuatu yang selalu ada, terkadang bisa membuat kita melihat kehidupan dari sisi lain.




ps: WA ku sudah bisa yah, tapi masih tanpa notifikasi. Biasanya kulihat kalau tengah malam. Hahaha. Kalau ada yang mau coba hidup tanpa WA, silakan yaaa.. Seru kok.    

Hari ini aku membaca buku #NasihatDiri, berikut aku share chapter pertamanya. Judulnya Mengenali Kadar Diri. "Kenalilah kadar dirimu, dengan mengenali apa-apa yang menggelisahkanmu" (Teddi Prasetya Yuliawan).

Mendapati paragraf pertama, seketika kulangsung termenung. Apa yang menggelisahkanku belakangan ini?

Dikhianati? kegagalan bisnis? kerinduan? Persahabatan? Orangtua? keluarga? Kesehatan? Cicilan hutang? Sekolah lanjutan? Pernikahan? Tagihan listrik, telpon, internet dan segambreng tagihan bulanan yang lain?

Aku langsung merasa kerdil. Kecil.

Flashback seminggu yang lalu menjenguk sabahat yang mendapatkan musibah, ayahanda meninggal dunia tiba-tiba. Tanpa sakit sebelumnya, tanpa tanda-tanda. Semua bagai kilatan petir di siang bolong yang terik.

Sahabatku ini terlihat sangat tegar, bercerita panjang lebar, bahkan sudah bisa tersenyum dan bercanda. Ada satu penggalan pembicaraan yang sangat membekas.

Semua terasa sangat cepat, banyak kekhawatiran, Sebagai yang ditinggalkan banyak sekali kekhawatiran, adik yang masik kecil, tugas kerja di luar pulau, cicilan-cicilan, tapi kebanyakan hanya kekhawatiran dunia, insyaAllah Abi akhir hidupnya mudah, tidak merepotkan, insyaAllah jalannya mudah, semoga termasuk husnul khatimah, semoga mendapat surga.

Selalu ada sisi baik dalam setiap kejadian, termasuk kesedihan dan kegelisahan. Sebaik-baik pengingat adalah kematian. Mengingat kematian bisa sangat menakutkan, mendebarkan dan menggelisahkan. Kapankah akan tiba giliran kita, Sudahkah kita siap?

Apa kegelisahan kita hari ini? Gelisah sedikit orderan? Gelisah karena telat datang kerja? Gelisah karena belum bayar listrik? Gelisah karena belum sempat dzikir? Gelisah karena menunda sholat? Gelisah khawatir akankah kita dalam meninggal husnul khatimah? Atau Gelisah karena hari ini tidak melakukan apapun untuk negara dan ummat?

Semoga kegelisahan kita selalu membawa kepada kedekatan padaNya, bukan sebaliknya. Semoga segala kegelisahan kita bisa menjadi cambuk diri agar bisa menjadi lebih baik setiap hari. Agar bisa bermanfaat untuk ummat.

Fighting!

*awastsurhat*byar*


Lahir sebagai anak pertama, di keluarga yang sederhana dan bahagia. Gadis itu tumbuh tanpa banyak tuntutan, tanpa banyak permintaan. Mengalir begitu saja. Tak ada briefing mingguan demi target dakwah keluarga yang mesti diraih, tak ada siraman ruhani pasca sholat subuh di ruang solat dalam rumah. Tak ada pengajian sekeluarga sehabis solat magrib. Semua berjalan seperti keluarga Indonesia pada umumnya. Biasa. Ikut TPA sejak kecil dan sekolah menengah di sekolah islam adalah salah satu jalan paling berkah, yang mengubah seluruh kehidupan gadis ini setelahnya.

Gadis ini mencoba nasib menjadi pengusaha. Jatuh bangun.

Terkadang muak dengan keadaan, kenapa Allah coba dengan ujian kemiskinan. Yah, bahkan sempat berada dalam garis batas kemiskinan. haha. Jika mengingat kembali definisi miskin sebagai orang yang hanya bisa memenuhi separuh dari kebutuhan.

tak mudah

Terkadang patah. Karena benar sekali apa kata orang Ada uang kau kusayang tak ada uang kau kubuang. Hahaha. Saat dalam keadaan jatuh kita bisa melihat siapa teman sebenarnya. Siapa yang tetap menyapa, siapa yang tetap mengulurkan peluk hangat.

nyaris menyerah.

Yah. ditambah urusan hati yang terkadang tak juga berkesudahan. iri sana sini, melihat si anu bertemu yang shaleh, si itu berjodoh dengan sholehah. Bagaimana nasib hati yang tak juga menambat. terombang-ambing ditengah kekisruhan kehidupan.

Haruskah menunjukkan segala kerapuhan? tidak. tentu saja tidak. Balutan senyum riang gembira sana sini, menjadi topeng yang perlahan menyerap masuk ke dalam jiwa. berubah sendiri menjadi bahan bakar pemicu semangat. Ternyata benar, pepatah yang menyebutkan tersenyumlah maka akan berjumpa bahagia. Tapi bukan hanya itu. Riang gembira lah, maka semangat kan tumbuh sendiri dari dalam jiwa.

 Ada yang tak pernah tidur dan tak pernah lupa. Ada Allah yang Maha kuasa. karena sungguh yang paling bertakwa adalah yang utama.


***
Siapapun kamu gadis tulang punggung keluarga, bersemangat! semoga setiap yang dihasilkan untuk nafkah keluarga adalah terhitung sedekah dan amal jariyah. Semoga ganjaran dari Allah berlipat ganda.

Hmm, beberapa kali ada yang menanyakan tentang kamera yang saya gunakan. Kamera DSLR pertama saya Nikon D3000, dengan spec jadul dan pas pasan. Tapi kamera ini punya nilai historis yang kuat banget, menemani awal-awal usaha dulu. Sampai akhirnya kamera ini hilang di Switzerland ketika dipinjam, akhirnya saya memilih beralih ke Canon. Beberapa tahun belakangan ini saya memakai kamera DSLR Canon 60D dengan dua lensa utama 18-55mm f5.6 dan 50mm f2.0. Pernah juga pakai lensa 50-270mm pinjeman dari saudara.

Saya akan bahas sedikit mengenai kamera ini berdasarkan pengalaman saya. Sejujurnya, pengetahuan fotografi saya agak dangkal. Hanya mencoba otodidak, buka manual book dan pencet sana sini. Menurut saya, 60D ini membuat tone warna menjadi lebih hangat dan warna menjadi lebih keluar. Penggunaan lensa fix bisa membuat gambar semakin menjadi tajam dan bening, bahkan untuk foto wajah, grade warna kulit seakan lebih bening. hahaha. Bagus sih menurutku.

Layar yang bisa diputar memudahkan kita saat pengambilan gambar membutuhkan sudut-sudut ekstrim. Serta, layar kecil dibagian kanan atas untuk shortcut settingan sangat memudahkan untuk mengatur kecepatan lensa, iso, dan beberapa tools penting lain. Tinggal geser tuas kecilnya, kita bisa langsung merasaan perbedaan settingan kamera. Ini sangat terlihat efeknya pada kecerahan gambar.

Selain itu, jika ingin mengatur hal-hal yang lebih rumit, seperti whitebalance, titik fokus pilihan, dsb, hanya memencet tombol Q yang ada di dekat layar, langsung bisa terlihat seluruh pilihan yang ada. Jangan takut untuk otak atik, bermain settingan kamera bisa mengajarkan kita mana yang paling pas untuk setiap kondisi.

Harga kamera ini, beberapa tahun lalu 8-9 jutaan, sepertinya tahun ini sudah bergeser turun. Digeser oleh minat mirrorless yang kian menjamur. Kekurangan yang paling besar dari Canon 60D ini adalah ukurannya yang lebih besar dari DSLR pada umunya, serta berat yang lumayan. Paling berat di kelasnya, apalagi kalau yang dibawa beberapa jenis lensa. Sulit sekali untuk pergi acara-acara lantas ingin bawa kamera. Manalah mungkin bisa pergi pakai tas cantik dan mungil, kalau kameranya saja sudah nyaris sekilo sendiri. :))

Doakan bisa segera upgrade kamera DSLR jadi Mirrorless yaa, targetku Fujifilm XT-2. Hahaha.
Kalau ada yang mau konsultasi dan tanya-tanya mengenai kamera, silakan langsung japri ke line hellonelaindah ya. See Ya!



***
mohon maaf postingan blog ini jarang pakai foto, karena leptopnya gabisa baca sd card. syedih yah. hahaha.

Saya memulai bisnis pakaian syari 4 tahun lalu, Oktober 2012. Menginjak tahun keempat, sejujurnya saya merasa banyak kemunduran secara personal. Haha. Apa yang sudah saya alami selama 4 tahun ini?

Empat tahun, bukan waktu yang sebentar. Cukup untuk meluluskan seseorang menjadi sarjana, cukup untuk membuat anak kecil mahir membaca. Atau bahkan,mungkin cukup untuk meluluskan seorang master menjadi phD.

Empat tahun lalu, bisnis pakaian syari masih sangat biru, dan masih sangat sedikit pemainnya. Saat ini, saya merasa sudah sangat jenuh. Rasa-rasanya orang yang hijrah dan pakai jilbab sesuai syariat, akan lantas terbersit untuk jualan jilbab atau pakaian syari. Apalagi dengan mudahnya akses masuk ke bisnis ini. Tida dibutuhkan modal yang besar untuk mulai mendalaminya, tidak butuh pengalaman yang mumpuni untuk memulai bisnis ini. Cukup paham bagaimana bentuk jilbab yang syar'i, tahu bagaimana posting sosial media, simsalabim, langsung bisa punya toko online.

Ada rasa khawatir dan bahagia yang datang bersama-sama. Mengetahui pakaian syari semakin banyak bertebaran di muka bumi.

Khawatir ketika pakaian syari menjadi trend masa kini yang kelak diikuti hanya karena sedang ngehits. Tak jarang menemukan Fulanah yang melakukan hal tidak baik meski sudah berjilbab syari. konon teman saya ada yang melihat wanita berjilbab panjang tapi juga merokok dan melakukan perbuatan yang tidak semestinya. Saya demikian khawatir ketika jilbab syari sudah mulai marak, iyakah mereka yang memilihnya sungguh karena dorongan mendekat pada Allah, atau sekedar aktualisasi diri, mengikuti mode. Khawatir barisan jilbab panjang tak lagi kuat, tapi menjadi buih yang berserakan.



Semoga Allah senantiasa menjaga niat kita, semangat meningkatkan tsaqoffah, agar bisa menjadi muslim yang kuat, jasad, ruh dan juga akal. Tak hanya menjadi muslim yang ramai-ramai mengikuti arus trend bagaikan buih di comberan.

Suatu ketika saya menghadiri sebuah acara gelaran fashion muslim, berlenggak lenggok diatas catwalk deretan model berkaki jenjang untuk memperlihatkan kreasi para perancang busana. Banyak senyum merekah dalam wajah saya ketika itu, tapi juga tak jarag mengernyit bingung dengan koleksi yang muncul dihadapan.

Kreativitas tanpa batas, atau kreativitas berbatas seadanya. Ketika busana bercadar ditampilkan lengkap dengan blink-blink di bagian cadar dan khimar, ketika jilbab panjang menjuntai, membebat sang model hingga justru malah tanpa sadar membentuk lekuk badan secara dramatis,

Kreativitas entah kenapa seringkali diidentikkan dengan sesuatu yang aneh dan unik. Ketika pakaian syari yang kemudian digandeng dengan kreativitas, apabila tidak disertai dengan pemahaman koridor yang sebenarnya, akan menjadi hal yang cukup mengkhawatirkan.

Yuk sama-sama belajar lagi, mendekat pada Allah, agar kita jadi barisan muslim yang kokoh, tak hanya penggembira dunia yang wara wiri terbawa arus trend.

Berikut ini daftar pertanyaan yang seringkali mampir di telinga..

• Mau nikah umur berapa?
• Target dan rencana nikah kapan?
• Mau punya anak berapa?
• Mau serius gak?
• Mau gak sama temen gw?
• Mau gak sama atasan gw?
• Mau gak gw kenalin ama seseorang?
• Punya cv gak? minta dongs..
• Mau gak sama yang ini?
• Udah ada calon belum? 
• Mau sampai kapan sendiri?
• Kak, umur udah berapa? nikah kak...
• Kapan nyusul?
• Nunggu apalagi sih?
• Jangan nolak mulu, nolak mulu ya?
• Kriteria turunin dikit makanya, jangan pemilih gitu, mau yang gimana sih?
• Berkeluarga butuh persiapan, udah nyiapin apa? 

Dan tak ada satupun pertanyaan yang diajukan oleh orangtuaku. Haha. Orang tuaku ada;ah tipe yang gak pernah ikut campur masalah beginian. Semacam hal aku pulang malam pun jarang sekali ditegur. Atau ditanya kapan pulang juga sangat jarang. Lewat tengah malam belum pulang cuma ditanya, 'Pulang ngga? nginep dimana?'

Ada rasa lega menyeruak diantara rasa gemas. Bersyukur memiliki orang tua yang gak banyak menuntut. Tak jarang yang buru-buru ambil keputusan padahal belum matang. Gemas karena pengen jadi ibu-ibu ditambah sekeliling sudah pada punya anak, bahkan 2 hingga 3. hahaha. Tapi orang tuaku ngga ngaruh, setiap kali cerita, habis menjenguk si A yang sedang hamil anak kedua, atau menjenguk si B yang baru saja melahirkan, tetep weh begitu aja mereka mah. Malah mengingatkan lagi, kalau serius gak mau kerja kantoran, jangan hilang semangat, harus bangkit dan belajar lebih giat, nyaranin baca buku lebih rajin, jangan kebanyakan nonton leptop katanya. wakaka (ketauan lagi sering marathon nonton drakor)