Many Miles To Go

Penggalan nyanyian yel-yel

Dewasa, entah apa kadar ukurannya.

Hanya sikap dan perbuatan yang bisa membuktikan.

Bukan dia yang sudah tua umurnya lantas berhak menyandang dewasa.
Bukan dia yang sudah beristri/bersuami yang lantas bertitel dewasa.

Itu hanya sekedar kebiasaan yang umum adanya dalam keseharian. Tak bisa digeneralisir begitu saja. Toh sudah sangat banyak bukti yang memperlihatkan demikian.

Terkadang para orangtua tak kalah anak-anak dengan anak-anak mereka.

Terkadang pasangan muda tak beda dengan mereka yang hanya 'pamer kebahagiaan'.

Terkadang anak-anak muda merasa dewasa kala menginjak 17 tahun usianya. Umur segitu rasanya seperti puncak masa remaja. Penuh gejolak sesaat yang jauh dari sikap dewasa.

Terkadang anak kemarin sore yang baru saja memasuki fase tertentu dalam hidupnya sudah gembar-gembor pada yang lain untuk mengikuti jejaknya. Toh sebenarnya baru kemarin sore, bahkan jangan-jangan belum merasakan ujian pertama pada 'fase-nya'. masih terbawa euforia kebahagiaan (atau kebanggaan) saja sepertinya.
-untuk memilih (fase) kampus saja misalnya, tak begitu valid kalau menanyakan pada mereka yang bahkan memperoleh IP semester pertama saja belum..

Iyakah dewasa adalah mampu menyelesaikan apa yang sudah dimulainya?
kalau begitu ceritanya, tak ada beda dengan murid-murid sekolah dasar yang dengan sigap menyelesaikan tugas-tugas kewajiban mereka.

Iyakah dewasa adalah mampu berdiri 'pada kaki sendiri', mandiri, tegap berdiri menghadapi tantangan hidup dan ekonomi?
kalau begitu ceritanya, untuk apa sosialisasi, bermanusiawi, kalo hidup sendiri saja sudah cukup. Bahkan ikan karang paling soliter pun masih memerlukan makhluk lain untuk sekedar bertahan hidup.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, dewasa itu waktu dan masa, ketika sudah bukan anak-anak dan remaja, sudah akil baligh.

In my opinion, dewasa itu tau waktu, bisa menempatkan diri kapan dan bagaimana bersikap yang paling tepat, dewasa secara akhlaq kuncinya.

~Wallahu'alam.


***
selamat ulang tahun ke 17, Anggun Dwi Ermawati 
(23 Agustus 1995- 23 Agustus 2012)

Kepikiran bikin tulisan #kalauGw series..

Berharap jadi tulisan bebas penyalur lintasan pikiran yang kalo di sumbet bahaya. Nyampah di otak.  huehe. Mohon maaf kiranya jika mengganggu keindahan panorama dalam perjalanan selancar di dunia maya. ~entah si maya dunianya sejak kapan bisa didatengin orang begini deh yaa.. 

#kalauGw ini murni ke-sotoy-an gw terhadap suatu hal. Ahey. Mohon maklum.

pertama,

#KalauGw Jadi Presiden,


Gw akan membeli banyak kapal laut.

Kenapa?

Ini adalah hal pertama yang menurut gw bisa membangkitkan dan kepercayadirian bangsa ini. Menurut gw, negara ini, Indonesia tercinta, memang sudah ditakdirkan sebagai negara maritim yang mempunyai luasan pantai lebih besar dibandingkan daratannya. Negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. *berasa lagi iklan KKP deh*

Menurut gw, kalo Indonesia bisa bener-bener menjadi 'penguasa' lautan. Gak usah muluk-muluk deh, 'penguasa' di daerah laut NKRI ajalah. sesuai perjanjian internasional, baik itu UNCLOS 1982,  UNIA 95, agreementnya FAO, trus laksanain CCRF+IPOA deh. Udah lewat cukup banget.

Gw sekarang gak ngejelasin agreement macam apa itu semua yaa, lagi gak minat nulis yang serius. ahehe. *alasan, katabee* 

Melihat sejarah masa lalu, saat Indonesia (melalui kerajaan-kerajaaanya) menjadi negara adidaya yang mampu menaklukkan Selat Malaka bahkan hingga ke Laut Cina Selatan karena mampu berkuasa di 'jalur laut'.

Overfishing di perairan Indonesia gw mengira itu sedikit banyak disebabkan oleh IUU Fishing yang luar biasa gak ke kontrol. IUU Fishing (Illegal Unreported Unregulated Fishing) pada umumnya hanya mampu dilakukan oleh pengusaha-pengusaha bermodal besar. Sedangkan pemboman ikan, penggunaan bahan peledak, racun dan bahan-bahan berbahaya oleh masyarakat kecil sudah sangat jarang. Pun masih dilakukan, skalanya kecil, sangat miris jika dibandingkan kapal berpuluh-puluh GrossTonage bahkan beratus GT milik asing yang bebas ngeloyor mondar-mandir nangkepin ikan di perairan Nusantara. Gak ketahuan, bisa ngebut, dan berkongkalingkong pada pihak yang mengetahui. Menjadi pencuri dan penjarah hasil laut yang sudah menjadi rahasia umum bagi pelaku perikanan.

Penyebab utamanya menurut gw sih, karena armada laut negara kita KURANG BANGEEEET. Plis boook, laut segede gaban, kapal patroli cuma berapa biji sih. Gak ditakutin sama orang-orang yang berniat jahat. Bahkan ada pulau yang sampe bisa diakuin sama negara tetangga. Pulau gitu loh.

Presiden, TNI AL, ABRI, Kemenhukam, Polisi Air dan Kementerian Kelautan Perikanan kerjasama deh.

Kalo perlu, ada kebijakan yang 'mewajibkan' tiap kota/kabupaten yang punya pantai, HARUS punya kapal patroli. Anggarannya bakalan gede banget sih, tapi kita harus tegas boook.

Mau sampai kapan mau dianggap sebelah mata sama diri sendiri. Hargai negara sendiri dengan melindungi segenap harta, tanah, laut, tumpah jiwa raga.

~mungkin banyak orang yang baca ini sambil mencibir, sotoy amat si nela, pikiran pendek, gak solutif, entah apa, gw cuma mau menyalurkan apa yang kelintas dipikiran gw.

Saat pendahulu-pendahulu kita, uwa-uwa kita berjuang angkat senjata, masuk hutan, bergerilya, inilah saatnya kita, Guys!

Dulu, gw mikir, kalo pahlawan itu cuma ada di dunia sejarah, gak kesentuh. Gw tahu mereka ada, gw tau cerita-cerita mereka dari buku-buku. Tapi gw gak nyangka kalau mereka beneran berjuang melawan mati, setelah gw mendengar cerita langsung dari Uwa gw.

Uwa gw, Uwa (Kotong) Tabrani, ternyata beneran ikut perang gerilya bareng Jendral Sudirman. Bahkan, Uwa mampu menceritakan detil perang, pergantian pemimpin, pergantian taktik, pembunuhan massal seribuan orang akibat salah taktik, hingga penyerangan kereta kompeni pake batu. Satu kereta mati semua, hanya karena batu. *Aah, gw jadi inget cerita perjuangan Palestina*  

Setelah cerita panjang dari Uwa, gw makin sadar, kalo keberadaan kita di dunia, di negara ini, beneran NGARUUH LOH!

Honestly, kemaren-kemaren gw mikir, ahelah, apa hubungannya gw males belajar sama negara. Jauuh ooy. Tapiii, gw baru sadar, sekali lagi keberadaan lo di dunia ITU PASTI NGARUH!

satu waktu, di tiap negara, cuma butuh 1 presiden koq.

Tapi dibutuhin banyak banget guru, banyak nelayan, banyak engineer, banyak psikolog, banyak dokter, banyak petani, banyak peneliti, banyak polisi, banyak tentara, super banyak-banyak pengusaha, daaaan banyak ayah-ibu, sang pembentuk peradaban. Aheey.

Lakukan yang terbaik pada bidang lo, dunia, negara dan bahkan akhirat akan tersenyum bahagia untukmu. Insya Allah..

:)

Fighting!

sampa jumpa pada series #KalauGw berikutnyaaaa, Cao! ;)

Booming perahu kertas.
Kerasa? Yap. Banget.

Entah promosi, marketing, atau apanya lah emang super banget deh. #sotoy

Sebenernya bukan karena ini film-nya Hanung atau cerita karangan Dee, tapi ini karena sahabat gw, Rianda.

Gw baru baca novel Perahu Kertas beberapa hari lalu. Lantaran emang filmnya udah mau tayang. Gak mau lah gw nonton filmnya tanpa membaca novelnya terlebih dahulu. Gw mau merasakan 'rasa original' dari cerita Perahu Kertas yang asli. Sebelum akhirnya berubah, dibumbui dan diracik menjadi film layar lebar.

Rianda, memang sudah memulai membaca novel Perahu Kertas lebih dulu dari gw. Bisa dibilang sih gw pengen baca novelnya gara-gara Rianda. huehe. Kenapa?

Karena, sejak baca novel ini, Rianda sering banget manggil gw Kugy.
Padahal dari nama gw masih Nela, doi udah manggil gw Lala, dan seenaknya ganti lagi jadi Kugy. Menurut Rianda, banyak kesamaan antara gw dengan tokoh bernama Kugy karangan Dewi Lestari.

Tapi menurut gw justru banyak banget perbedaan-peradaan mendasarnya.

Yang paling mencolok sih, si Kugy seneng banget mendongeng, gw kagak. Fix, satu hal ini aja udah mengubah seluruh cerita.

Si Kugy seneng banget curhat di kertas trus dijadiin perahu kertas, gw kagak. Gw lebih seneng nulis di notes, ato henpon. Sepotong, dua potong, sekata, beberapa kata aja udah cukup. Simpen di folder tersembunyi, kasih password. hehe. Kalo ada yang liat catetan gw banyak curhatan berkode ngampar dimana-mana. Semoga gak banyak yang sadar gw lagi curhat. :D

Gak bisa dipungkiri, ada kesamaan antara Kugy dan gw. Kebawa sugesti juga sih kemungkinan. Kelamaan dan keseringan di panggil Kugy, gw jadi merasa mirip. Padahal gak segitunya juga.

Awal pertama baca novelnya, gw terharu banget Rianda bisa nyama-nyamain gw sama Kugy. Tokoh Kugy terlalu unik buat gw.

Emang sih, foto gw di buku tahunan SMA emang pake gaya radar neptunus double. Atau gw jangan-jangan beneran agen Neptunus? Nama aja udah Nela-yan, di doain jadi nelayan sejak lahir, masuk kuliah Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Mungkin udah jalur hidup gw kaga jauh-jauh dari laut dan air. Tapi sayangnya gw bukan Aquarius. #AgenFail
*serius, ini asal+gak nyambung bgt*

Iya sih, gw emang kadang gak perhatiin hal-hal yang berbau pakaian. Manset beda warna, kaos kaki lain sebelah, kaos kaki jempol yang kanan semua, warna baju kadang gak match, jerawatan, muka kusem gak kerawat, tangan item gaya tukang ojek. Sementara si Kugy kan cantik-cantik aja tuh di film. Keren malah.

Iya sih, baca Perahu Kertas, kadang gw jadi flashback sm apa yang udah gw alamin. Bahkan novel yang seharusnya komedi asik, gw sering banget malah terharu bacanya.

Pelarian si Kugy dari lingkungannya, bikin dia cepet lulus. Gw kebalik. 4,5 tahun gw baru sidang skripsi.

Berantem sama si Noni, Kugy pindah kossan. Gw kebalik. Diem-dieman sama si Fitri, Fitri yang pindah kossan. Sbnernya ditambah karena kossan gw tetiba harganya jadi melonjak juga sih, sementara temen sejurusannya si fitri memustuskan bwt pindah, dia ikut. ~ah Fitriii, aku sayang banget sama kamu. maaaaaf bangeeet ya.. :(

Ditinggal Keenan yang sm Wanda, Kugy sibuk majuin Sakola Alit. bahkan sampe bisa ikut lomba tingkat kecamatan. Gw, belum melakukan perubahan apa-apa sm anak-anak jalanan Kota Tua. Cuma bisa nambah pelajaran Iqro tiap pertemuan.  :3

dan yang paling epik, Kugy memilih jalan memutar, Gw pun sudah mulai ngerimba di pelosok Jakarta.

Ini bukan tentang hidup Kugy, ini hidup gw. Sampe saat ini gw merasa hidup gw lebih indah dari jalan hidup Kugy.

Terkadang memang ada part mengesalkan dalam tiap cerita. Namun, happy ending itu sebuah pilihan. Memangnya mau, berhenti di part suram dan mengakhiri perjuangan begitu saja. Jalan memutar itu memang harus ada. Kalau tidak, jalan-jalan aspal di perbukitan takkan bisa sampai pada tujuan.

*another random post*